Jumat, 25 Juli 2008

Uneg-uneg

DERITA HATI

Hari Senin tanggal 21 Juli 2008 jam 16.00 WIB adik ipar saya di Kebanagung telpon supaya daftarkan ke dokter Sony Tri Appendicky Kamil, Sp.A (dokter spesialis anak) yang praktek di Apotik Rizki Jl. Merdeka Curup. Anak keduanya yang bernama Kowie (usianya belum genap satu tahun) terkena muntaber. Sudah dicoba diberi obat tetapi belum ada tanda-tanda kesembuhan. Wajar kalau adik ipar saya hatinya sangat cemas. Sudah seharian mencretnya tidak kunjung berhenti. Oleh sebab itu kedua orang tuanya memutuskan untuk berobat ke dokter spesialis anak di Curup. Sesudah maghrib anak adik ipar saya dapat giliran untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter Sony menyuruh untuk opname di rumah sakit. Tanpa pikir panjang anaknya kemudian dibawa ke Klinik Permata Bunda Jl. S. Sukowati no. 18 Curup.

Sesampainya di Klinik anaknya langsung diperiksa oleh perawat jaga. Kowie wajahnya kelihatan pucat dan tidak bereaksi apa-apa ketika ditanya. Perawat jaga memutuskan untuk memberi bantuan oksigen. Dipasanglah selang oksigen ke hidung Kowie. Tidak berapa lama kemudian Kowie menangis keras. Semua orang di ruangan itu berusaha keras untuk menenangkan. Kemudian dipasanglah jarum infus ke tangan kanan Kowie. Entah bagaimana kejadiannya, jarum infus tidak terpasang dengan baik di tangan kanan Kowie. Ini terbukti tetesan air infus tidak berjalan seperti yang diharapkan. Ayah Kowie kecewa atas tindakan perawat jaga yang dianggapnya tidak cepat dalam menangani anaknya (tepatnya dalam memasang jarum infus). Ayah Kowie sempat uring-uringan dengan perawat jaga. Istrinya ikut menangis dan berusaha menenangkan. Ayah Kowie kemudian keluar kamar. Oleh perawat jaga kamar dikunci.

Setelah beberapa waktu kemudian jarum infus sudah terpasang dengan baik, tetapi bukan di tangan kanan Kowie melainkan berpindah ke tangan kirinya. Setelah itu orang tua Kowie ditawari anaknya mau dirawat di kamar mana. Karena sebelumnya ada adiknya yang juga pernah dirawat di ruang Mawar, maka orang tua Kowie minta anaknya dirawat di kamar tersebut. Tetapi jawab perawat jaga (yang ternyata adalah anak dari pemilik klinik) sungguh tidak mengenakkan. “Nanti kamu nggak mampu bayar”. Begitukah cara pemilik klinik memperlakukan para pasiennya? Wajar kalau kami semua sebagai keluarga pasien hatinya juga ikut ‘panas”. Tetapi demi kesembuhan Kowie perasaan kami tahan. Sabaaa…rrrr.

Setelah tiga hari dirawat, Kowie diperbolehkan pulang. Ayah Kowie dipanggil untuk menyelesaikan administrasi (keuangan). Betapa kagetnya kami karena besarnya biaya yang harus kami bayar. Di dalam kuitansi tagihan tertulis Tiga Juta Tiga Ratus Enam Puluh Lima Ribu Rupiah (Rp. 3.365.000,-). Dengan rincian sebagai berikut :

1. Administrasi dan status : Rp. 20.000,-

2. Dokter Sony, Sp.A :

Konsul 1 X : Rp. 100.000,-

Visite 2 X 50 : Rp. 100.000,-

3. Interu Medik : Rp. 400.000,-

4. Kamar 3 X 80 : Rp. 240.000,-

5. Obat injeksi dan obat pulang : Rp. 1.745.000,-

6. Round up : Rp. 300.000,-

7. BHP : Rp. 200.000,-

8. Oksigen : Rp. 260.000,-

Total : Rp. 3.365.000,-

Tanpa pikir panjang ayah Kowie melunasi semua keuangan. Pulanglah kami semua dari Klinik Permata Bunda.

Setelah istirahat beberapa jam di rumah Kowie mencret lagi. Frekuensi mencretnya semakin sering. Maka istri saya memutuskan untuk menanyakan kembali kepada dokter Sony. Diberilah Kowie beberapa obat untuk diminum. Mencret berhenti dan dokter Sony menyuruh supaya obat pulang yang tadi diberi oleh Klinik Permata Bunda supaya tidak diberikan lagi. Ternyata ada obat yang tidak diresepkan oleh dokter Sony diberikan sama Kowie.

Sehabis maghrib kami melihat-lihat kembali kuitansi yang kami sudah lunasi. Istri dan bibi saya memutuskan untuk menanyakan sama dokter Sony. Ada rincian pembayaran yang mengganjal di hati. Obat injeksi dan obat pulang tertulis Rp. 1.745.000,-. Dengan segala kerendahan hati kami menanyakan kepada dokter Sony rinciannya. Betapa kagetnya kami ketika dokter Sony mengkalkulasi biayanya hanya sekitar Rp. 554.000,-. Ke mana uang yang satu juta lebih sisanya itu? Kami tidak akan meminta kembali uang yang sudah kami lunasi itu. Tetapi begitukah cara Klinik Permata Bunda “mengelabuhi” para pasiennya? Kami tahu biaya perawatan kesehatan itu mahal. Sepanjang itu masih bisa diterima akal sehat kami tak akan pernah merasa keberatan. Tetapi kalau sudah menipu mentah-mentah tentu kami keluarga pasien punya hak pembelaan. Adik ipar saya pekerjaannya tani, tentu uang sebesar itu sangat berat baginya. Haruskah hati kami “ikhlas” dengan semua kebohongan ini? Buat kami hanya satu, nyawa di atas segala-galanya. Tidak lupa kami senantiasa berdo’a semoga perlakuan seperti itu hanya kami saja yang menerimanya. Klinik Permata Bunda tetap melayani semua pasiennya dengan baik, dengan kejujuran dan hati nurani. Semoga !!! Cepat sembuh ya Kowie ….

ALFREDA DEFINA SUSANTI (VINA)

Anakku yang pertama ini orangnya cerewet, malas mandi, galak marah dan tidak mudah menerima kekalahan.

KEPEDULIAN

Banyak ragam alasan yang bisa membuat orang menjadi tidak peduli. Acuh terhadap atasan, teman sejawat, karyawan, siswa, sekolah maupun lingkungan. Kejenuhan terhadap pekerjaan punya andil yang sangat besar terhadap munculnya ketidakpedulian seseorang. Menumpuknya pekerjaaan, tidak adanya perhatian dari atasan, tidak adanya reward atas prestasi/kinerja, tidak adanya motivasi, lingkungan kerja yang tidak kondusif, dll dapat memicu sifat ketidakpedulian tersebut.

Mungkin kita harus lebih ikhlas dan sabar dalam menjalankan pekerjaan yang sudah kita pilih. Kita bekerja bukan untuk menyenangkan hati atasan atau supaya dipuji oleh orang lain. Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia, bekerja adalah beribadah. Kalau kita belum mendapatkan apa yang kita inginkan saat ini, yakinlah bahwa kita akan mendapatkan suatu saat nanti. Jika kinerja kita bagus cepat atau lambat semua orang pasti akan mengakui. Yang emas tetaplah emas. Kita tidak perlu alergi terhadap kritikan orang lain, justru kita jadi tahu apa kelemahan diri kita. Caci maki, umpatan, fitnah jangan masukkan di hati, tetapi jadikanlah cambuk bagi kita untuk terus maju. Kalau kita semua tidak mau peduli, siapa lagi yang bertanggungjawab terhadap kemajuan sekolah ini?

Tidak ada komentar: