Rabu, 28 Maret 2012

MATERIAL DAN SUSUNAN KULIT BUMI

Selaput Batuan (Litosfir)


Litosfir atau bagian yang padat dari Bumi, berada di bawah atmosfir dan samudera. Sebagian besar dari apa yang kita pelajari dan ketahui tentang bagian yang padat dari Bumi ini, berasal dari apa yang dapat kita lihat dan raba di atas permukaan Bumi. Para ilmuwan Ilmu Kebumian, umumnya berpendapat bahwa Bumi ini lahir pada saat yang bersamaan dengan lahirnya MATAHARI beserta planet-planet lainnya, berasal dari awan yang berpusing yang terdiri dari bahan-bahan berukuran debu, dan terjadi pada kurang lebih 5 hingga 6 milyar tahun yang lalu. Bahan-bahan tersebut kemudian saling mengikat diri, menyatu dan membentuk litosfir. Beberapa saat setelah Bumi kita ini terbentuk, terjadilah proses pembentukan lelehan yang menempati bagian intinya. Lelehan tersebut kemudian mengalami proses pemisahan, di mana unsur-unsur yang berat yang terutama terdiri dari besi dan nikel akan mengendap, sedangkan yang ringan akan mengapung di atasnya. Sebagai akibat dari proses pemisahan tersebut, maka Bumi ini menjadi tidak bersifat homogen, tetapi terdiri dari beberapa lapisan konsentris yang mempunyai sifat-sifat fisik yang berbeda.

Di samping bagian-bagian utama tersebut di atas, ada suatu zona terletak di dalam mantel-Bumi yang berada antara kedalaman 100 dan 350 Km, bahkan dapat berlanjut hingga 700 Km., dari permukaan Bumi. Zona ini mempunyai sifat fisik yang khas, yaitu dapat berubah menjadi bersifat lentur dan mudah mengalir. Oleh para ahli geologi zona ini dinamakan “Astenosfir”. Adalah suatu zona yang lemah, panas dan dalam kondisi tertentu dapat bersifat secara berangsur sebagai aliran. Di atas zona ini, terdapat lapisan Bumi yang padat disebut “Litosfir” (atau selaput batuan) yang mencakup bagian atas dari Mantel-Bumi serta seluruh lapisan Kerak-Bumi.
 
 
Gambar Bagian Kerak Bumi (Selaput Batuan / Litosfir) 

Berdasarkan temuan-temuan baru di bidang Ilmu Geofisika dan Ilmu Kelautan selama dasa warsa terakhir, litosfir digambarkan sebagai terdiri dari beberapa “lempeng” atau “pelat” (karena luasnya yang lebih besar dari ketebalannya), yang bersifat tegar dan dapat bergerak dengan bebas di atas Astenosfir yang bersifat lentur, dan dalam keadaan tertentu dapat berubah secara berangsur menjadi mudah mengalir. Temuan-temuan baru tersebut telah menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran lama tentang teori pemisahan benua (continental drift theory) yang dilontarkan pada sekitar tahun 1929 yang kemudian ditinggalkan.

Teori yang pada saat itu dianggap sangat radikal karena bertentangan dengan anggapan yang berkembang pada waktu itu, bahwa benua dan samudera merupakan bagian dari bumi yang permanen, maka teori tersebut tidak mendapatkan tempat di antara para ilmuwan Kebumian. Gambaran tentang struktur interior bumi yang dikemukakan 50 tahun kemudian sebagai hasil kerja keras para peneliti dengan cara mengumpulkan data lebih banyak lagi, baik di daratan maupun di samudera, telah melahirkan pandangan yang sangat maju dalam Ilmu Kebumian, sehingga dianggap sebagai suatu revolusi dalam pemikiran di bidang ilmu ini. Susunan dan komposisi litosfir (Kerak Benua dan Kerak Samudera) dapat diketahui dengan cara menganalisa batuan-batuan yang tersingkap di permukaan bumi, atau hasil pemboran inti, maupun produk aktivitas gunung api. Berdasarkan analisa kimia dari sampel batuan yang diambil di berbagai tempat di bumi, secara umum unsur kimia yang paling dominan sebagai penyusun litosfir adalah sebagai berikut:

 
Tabel Unsur Kimia Penyusun Litosfir (Kerak Bumi)

Meskipun titik berat dari ilmu geologi adalah studi mengenai bagian-bagian dari Bumi yang padat, tetapi adalah juga penting untuk mengetahui sesuatu tentang bahan-bahan lainnya yang menyelimuti dan berinteraksi dengan berbagai cara dengan bumi. Mereka itu adalah bahan yang berwujud udara dan air, atau yang sehari-hari kita kenali sebagai atmosfera dan hidrosfera. Lapisan-lapisan udara dan air ini dapat kita gambarkan sebagai selaput yang saling menutup, tetapi pada batas-batas tertentu mereka ini saling bercampur. Masing-masing selaput terdiri dari bahan-bahan yang khas dan di dalam bahan itu sendiri juga berlangsung proses-proses tertentu.

Selaput udara (Atmosfir)

Selaput atau lapisan udara ini sepintas nampaknya tidak mempunyai peranan yang berarti terhadap lingkungan geologi. Sebenarnya fungsi dari Atmosfera adalah: (1). merupakan media perantara untuk memindahkan air dari lautan melalui proses penguapan ke daratan yang kemudian jatuh kembali sebagai hujan dan salju; (2). merupakan salah satu gaya utama dalam proses pelapukan, dan (3) bertindak sebagai pengatur khasanah kehidupan dan suhu di atas permukaan bumi. Atmosfera di sini berfungsi sebagai pelindung dari permukaan bumi terhadap pancaran sinar ultra-violet yang tiba di atas permukaan bumi dalam jumlah yang berlebihan.

Dapat dikatakan bahwa sebagian besar dari udara, atau kurang lebih 78%, terdiri dari unsur nitrogen dan hampir 21% adalah Oksigen. Sedang sisanya adalah Argon (< dari 1%), CO2 hanya 0,33% saja. Adapaun gas-gas lainnya seperti Hidrogen dan Helium jumlahnya tidak berarti. Nitrogen sendiri tidak mudah untuk bersenyawa dengan unsur-unsur lain, tetapi ada proses-proses di mana gas-gas ini dapat bergabung menjadi senyawa nitrogen yang kemudian menjadi sangat penting artinya untuk proses-proses organik dalam lingkungan kehidupan atau apa yang kita kenali sebagai biosfera. Sebaliknya unsur oksigen adalah unsur yang sangat aktif untuk bersenyawa dan segera akan menyatu dengan unsur-unsur lainnya di dalam suatu proses yang lazim kita kenal sebagai oksidasi.

Di samping unsur-unsur tersebut di atas, udara juga mengandung sejumlah uap-air, debu berasal dari letusan gunung-berapi dan partikel-partikel lainnya yang berasal dari kosmos. Gas-gas dan uap-air di dalam udara ini akan terlibat dalam persenyawaan kimiawi dengan bahan-bahan yang membentuk permukaan Bumi dan air laut. 99% dari atmosfera berada di daerah hingga ketinggian kurang lebih 29 Km. Sisanya tersebar merata sampai di ketinggian 10.000 Km. Bagian atmosfera dari ketinggian 0 sampai 15 km disebut troposfer atau selaput udara, di mana di dalamnya dijumpai adanya perubahan-perubahan iklim, angin, hujan dan salju (perubahan cuaca). Gerak-gerak udara yang berlangsung di atas permukaan bumi seperti angin, ini akan berfungsi sebagai gaya pengikis dan pengangkut.

 
Gambar Bagian bagian dari Atmosfir (Troposfir, Stratosfir, Mesosfir, Termosfir, dan Eksosfir)

Selaput air (Hidrosfir)

Menempati ruang mulai dari bagian atas atmosfir hingga menembus ke kedalaman 10 km di bawah permukaan Bumi, yang terdiri dari samudera, gletser, sungai dan danau, uap air dalam atmosfir dan air-tanah. Termasuk ke dalam selaput ini adalah semua bentuk air yang berada di atas dan di dekat permukaan bumi, 97,2% air di bumi berada di laut dan samudera. Tetapi mereka ini mudah untuk menguap dalam jumlah yang cukup besar utnuk selanjutnya masuk ke dalam atmosfera dan kemudian dijatuhkan kembali ke Bumi sebagai hujan dan salju.

Apabila kita memperhatikan keadaan seluruh permukaan bumi, maka ciri yang paling menonjol adalah suatu warna biru yang ditimbulkan oleh hadirnya lautan. Meskipun planet-planet MARS, VENUS dan juga BUMI diselimuti oleh awan, tetapi ternyata hanya planit BUMI saja yang mendapat julukan “the blue planets”. Daratan, ternyata hanya menempati luas sekitar 29% saja dari seluruh permukaan bumi ini. Sisanya adalah laut dan air. Bumi ini bahkan diduga jumlah luas daratan yang ada itu lebih kecil lagi dari yang diperkirakan. Kedalaman rata-rata laut kita adalah hampir 4 km. Angka ini sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan panjangnya jari-jari Bumi yang berkisar sekitar 6400 Km. Namun demikian, laut tetap merupakan tempat penampungan air terbesar di Bumi ini.

Mengingat fungsi dari air yang sangat vital dalam tata kehidupan, maka ilmu pengetahuan yang khusus diperuntukan bagi sifat-sifat air ini berkembang menjadi suatu ilmu yang merupakan cabang dari Ilmu Geologi, yaitu “Geohidrologi”. Daur hidrologi adalah merupakan salah satu perwujudan dari hasil perkembangan ilmu tersebut.

Copyright by Djauhari Noor