Rabu, 04 Januari 2012

LONGSORAN TANAH

Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli geologi karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses proses geologi yang terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya.
 
Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya. 

Tipe-tipe longsoran tanah

Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. Longsoran tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari:
  1. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.
  2. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng
  3. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.
  4. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.
  5. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan.
  6. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.
b. Longsoran tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :
  1. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.
  2.  Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air.
  3. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.
c.  Longsoran tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari :
  1. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
  2. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.
  3. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
  4. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
  5. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
  6. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi.
Faktor penyebab longsoran tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif.

a.  Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah:
  1. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.
  2. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeabel.
  3. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.
  4. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal.
  5. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif.
  6. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.
b.  Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah:
  1. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.
  2. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.
  3. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air.
  4. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.
Di bawah ini diperlihatkan 5 tipe longsoran tanah yang didasarkan atas cara dan mekanisme longsorannya, yaitu tipe runtuhan, tipe aliran, tipe luncuran, tipe nendatan, dan tipe rayapan.











                                                            


Metoda penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah

Penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metoda, baik yang berkaitan dengan tipe longsoran dan faktor penyebabnya. Terdapat beberapa tipe longsoran tanah yang dapat ditanggulangi melalui rekayasa keteknikan, seperti membuat terasering di kawasan perbukitan yang berlereng terjal agar lereng menjadi stabil, atau struktur pondasi bangunannya menggunakan tiang pancang hingga mencapai kedalaman tertentu sehingga dapat menahan bangunan jika terjadi longsoran tanah. Untuk dapat mengetahui secara detil tentang tipe dan faktor penyebab longsoran tanah di suatu wilayah, maka diperlukan penyelidikan geologi secara detail dan komprehensif sehinga dapat diketahui secara pasti sebaran, lokasi, jenis gerakan tanahnya serta kestabilan wilayah di daerah tersebut. Peta kestabilan wilayah dan lokasi gerakan tanah merupakan out-put dari penyelidikan geologi yang berguna untuk perencanaan tataguna lahan.

Pada gambar di bawah ini diperlihatkan beberapa lokasi pemukiman yang terlanjur ada di kawasan rawan bencana geologi, terutama bahaya tanah longsor. Dalam gambar tampak lokasi pemukiman yang berada di sekitar suatu jalur patahan (kiri) dan kawasan pemukiman yang berada di kaki perbukitan yang rentan terhadap longsoran tanah (kanan). Pada gambar tampak pemukiman yang tersebar hingga mencapai kawasan yang berada di lereng-lereng berbukitan tanpa memperhitungkan faktor kestabilan lerengnya yang berpotensi longsor. Penelitian geologi untuk kerentanan longsoran tanah umumnya melibatkan pemetaan dan kajian terhadap karakteristik tanah dan batuan. Sifat tanah/struktur tanah yang harus diteliti adalah: kekerasan, klastisitas, permeabilitas, plastisitas, dan komposisi mineralnya, terutama untuk tanah yang tersusun dari mineral lempung (mineral montmorilonite) yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah, sedangkan untuk batuan yang dikaji adalah jenis dan struktur batuannya, terutama untuk lapisan batuan yang lemah dan banyak rekahannya (kekarnya).

Faktor hidrologi juga harus menjadi perhatian dalam penyelidikan, terutama mengenai penyebaran pola pengaliran, sebaran mata air dan mata air panas, serta lapisan-lapisan batuan permeable yang berhubungan dengan air tanah. Keterlibatan faktor pemicu gerakan tanah harus dikaji dan dievaluasi, seperti:
  1. cuaca dan iklim guna mengetahui hubungan antara periode curah hujan dengan longsoran.
  2. data air bawah tanah sebelum dan sesudah terjadi longsoran.
  3. catatan kegempaan untuk menentukan hubungan antara longsoran dengan gempa bumi.
  4. catatan mengenai pembukaan dan penggalian lahan dan aktivitas di atas lahan yang kemungkinan melebihi beban atau penambangan tanah pada lereng-lereng bukit.
Penelitian bawah permukaan diperlukan guna mengetahui hubungan 3 (tiga) dimensinya serta mendapatkan contoh batuan yang diperlukan untuk diuji di laboratorium, seperti pengujian kuat tekan (shear-strength), sensitivitas batuan, serta sifat-sifat keteknikan lainnya. Begitu juga dengan sifat dan struktur tanah perlu dilakukan pengujian baik di laboratorium maupun pengujian lapangan dengan cara pembuatan sumuran uji (testpit), pembuatan paritan uji (trenches) dan pemboran. Observasi air tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan data-data tinggi muka air, tekanan air, dan arah aliran. Penyelidikan geofisika dapat juga dilakukan untuk mendapatkan data data tentang ketebalan lapisan tanah dan kedalaman batuan dasar.
                                                                                                                
Pada tipe gerakan tanah jenis luncuran rotasional (slumping), resistensi geser batuan akan semakin meningkat jika masa batuan/tanah dipindahkan ke arah bagian belakang luncuran. Menstabilkan suatu longsoran yang komplek seringkali melibatkan pengendalian eksternal dan internal dari pengaliran air. Air yang jatuh dan mengalir di permukaan lahan yang berlereng harus di alirkan dan diusahakan jangan sampai diam ditempat. Pada beberapa lereng perlu dibuat agar supaya aliran air lancar serta dihindarkan jangan sampai air terjebak pada bagian undak lereng. Untuk mencegah aliran air yang masuk ke dalam rekahan (kekar) batuan, maka batuan harus ditutup dengan lempung, aspal atau dengan material yang impermeable.

Aliran air bawah tanah harus dikurangi guna menghindari meningkatnya resistensi geser batuan. Untuk mengurangi aliran air bawah tanah dilakukan dengan cara memindahkannya melalui terowongan air yang dibuat secara horizontal atau dengan bantuan pipa perforasi, sumur vertikal atau dibuat paritan (trench) yang diisi kembali dengan material yang kasar dan permeable.

Menstabilkan struktur untuk meningkatkan resistensi geser merupakan cara yang paling efektif sebelum longsoran terjadi dibandingkan apabila longsoran sudah terjadi. Jenis yang sangat umum dari masa batuan/tanah diletakkan sebagai beban dan ditempatkan pada bagian luar dari masa longsoran untuk menahan reaksi gerakan ke atas, sedangkan bagian dasar berfungsi sebagai penopang kearah lateral untuk bagian tepi dari masa longsoran, bagian pinggir atau lereng yang sudah dikupas diisi untuk mencegah gerakan ke arah kaki lereng. Dinding yang dibuat dari semen atau beton akan berguna untuk menahan laju masa batuan/tanah yang tidak stabil.

Untuk gerakan tanah yang berada di lereng bukit, pencegahan dapat dilakukan dengan cara memasang tiang pancang, namun demikian untuk menahan luncuran masa batuan/tanah yang aktif pemasangan tiang pancang tidak akan mampu menahan gerakan masa batuan/tanah tersebut dan hal ini disebabkan karena perpindahan debris tanah yang mampu melewati tiang pancang, atau membuat tiang pancang menjadi miring dan bahkan mematahkannya. Hal yang lebih ekstrim adalah tiang pancang meluncur bersamaan dengan luncuran tanah. Resistensi geser pada masa batuan atau tanah yang tidak stabil dapat meningkat karena pemadatan dan pengerasan internal melalui injeksi semen, aspal atau bahan kimia tertentu.

Masalah longsoran yang terjadi di reservoir bendungan adalah masalah yang berkaitan dengan luncuran masa batuan/tanah yang bersifat lepas dan erosi yang cepat. Luncuran masa batuan/tanah dan erosi di dalam reservoir bendungan dapat mengakibatkan banjir yang cukup besar dan bahkan bendungan dapat mengalami retak atau hancur. Kecepatan rembasan yang terjadi melalui luncuran debris dapat memperbesar rembasan, yaitu melalui pelarutan atau perpindahan sedimen yang berukuran halus dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya breakout dibawah poros bendungan. Pengendalian rembasan yang melewati badan bendungan dari jenis luncuran debris dapat di lakukan dengan cara menyuntik material/bahan penstabil atau dengan cara bagian belakang  bendungan ditutupi dengan material lempung, disiram semen, atau dilapisi oleh bahan yang bersifat tidak lolos air. Apabila cara-cara tersebut diatas tidak bisa dilakukan maka disarankan untuk dilakukan pendangkalan bagian dasar reservoir agar supaya keamanan menjadi meningkat atau dengan cara menguras atau mengalirkan air yang terdapat dalam reservoir melalui saluran pembuangan atau dengan cara memotong saluran.

Sumber : Bahaya Geologi, Djauhari Noor