Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam
cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian
dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke
laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir
di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan
tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran
Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air
hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju
ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini dimulai di
daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau
perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut.
Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
- Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
- Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah hizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
- Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri-dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari
karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
- Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai.”
- Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.
Bagaimana
manusia bisa kena banjir?
Untuk
banjir yang secara langsung berkaitan dengan aliran sungai, secara sederhana
dapat kita katakan bahwa manusia dapat terkena banjir karena:
- Tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang tidak setiap dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan atau bahkan 100 tahunan. Interval tersebut tidak mesti sama untuk setiap sungai, dan hanya dapat diketahui bila dilakukan pengamatan jangka panjang. Hal ini yang kadang tidak disadari oleh manusia ketika memilih lokasi pemukiman. Apalagi bila pendatang yang tidak mengenal karakter suatu daerah di sekitar aliranb sungai tertentu.
- Tinggal di dalam alur sungai di segmen tengah. Karena banjir kadang-kadang terjadi, maka kesalahan ini juga sering tidak disadari.
Di
berbagai daerah di Indonesia, terdapat kearifan lokal yang berkaitan dengan
banjir ini. Mereka yang tinggal di daerah yang rutin dilanda banjir, membangun
rumah-rumah mereka dengan konstruksi rumah berkaki atau rumah panggung.
Mengapa
manusia yang salah?
Karena
tanpa kehadiran manusiapun banjir yang merupakan proses alam itu pasti terjadi.
Menurut ilmu geologi, banjir seperti itu telah lama berlangsung, yaitu sejak
air terdia melimpah di Bumi, jauh sebelum manusia hadir. Banjir itu merupakan
suatu cara atau mekanisme yang dengan cara itu Tuhan membangun dataran
yang subur untuk kepentingan manusia yang datang kemudian. Cara Tuhan membangun
delta-delta sungai yang besar yang dari dalamnya sekarang manusia mendapatkan
minyak.
Jadi,
agar tidak terkena banjir, sebelum membangun rumah atau pemukiman, kita harus
mengenal terlebih dahulu karakter dari tempat yang akan kita pilih sebagai
tempat tinggal. Tidak asal bangun do sembarangan tempat.
Secara
alamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian penting dari
mekanisme pembentukan dataran di Bumi kita ini. Melalui banjir, muatan sedimen
tertransportasikan dari daerah sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke
daratan yang lebih rendah, sehingga di tempat yang lebih rendah itu terjadi
pengendapan dan terbentuklah dataran. Melalui banjir pula muatan sedimen
tertransportasi masuk ke laut untuk kemudian diendapkan diendapkan di tepi
pantai sehingga terbentuk daratan, atau terus masuk ke laut dan mengendap di
dasar laut. Banjir yang terjadi secara alamiah ini sangat ditentukan oleh curah
hujan.
Perlu
benar kita sadari bahwa banjir itu melibatkan air, udara dan bumi. Ketiga hal
itu hadir di alam ini dengan mengikuti hukum-hukum alam tertentu yang selalu
dipatuhinya. Seperti: air mengalir dari atas ke bawah, apabila air ditampung di
suatu tempat dan tempat itu penuh sedang air terus dimasukkan maka air akan
meluap, dan sebagainya.
Tetapi,
manusia dapat juga menyebabkan banjir.
Bila
air hujan turun dan sampai di permukaan Bumi, sebagian air itu meresap ke dalam
tahan dan membentuk air tanah, sebagian lainnya mengalir di permukaan
tanah sebagai aliran permukaan yang secara umum terekspresikan sebagai aliran
sungai, dan sebgaian kecil menguap kembali. Secara alamiah, pada waktu-waktu
tertentu, ketika curah hujan sangat tinggi di musim hujan, aliran air permukaan
menjadi sangat besar memebihi kapasitas alur sungai sehingga tidak dapat
tersalurkan dengan baik melalui aliran sungai. Air meluap dan terjadilah apa
yang kita sebut banjir.
Aliran
permukaan = curah hujan – (peresapan air + penguapan air)
Besarnya
curah hujan dan penguapan air di suatu kawasan adalah faktor yang ditentukan
oleh kondisi alam dan manusia tidak dapat mempengaruhinya. Manusia hanya dapat
mempengaruhi peresapan air ke dalam tanah.
Peresapan
air ke dalam tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini:
- Kondisi tanah. Tanah berpasir yang gembur lebih mudah menyerap air daripada tanah yang banyak mengandung lempung. Untuk faktor ini, manusia dapat mengurangi peresapan air melalui cara pemadatan tanah, atau menutup permukaan tanah dengan material yang kedap air seperti menutup permukaan tanah dengan semen.
- Kondisi permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditumbuhi rumbut atau belukar lebih banyak menyerap air daripada tanah yang tanpa rumput/belukar atau rumput/belukarnya jarang. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini dengan cara memelihara rumput/belukar, atau menghilangkan rumput/belukar.
- Besarnya kemiringan lereng permukaan tanah. Tanah dengan sudut kemiringan lereng yang lebih kecil lebih mudah menyerap air daripada tanah dengan sudut kemiringan lereng lebih besar. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini mengurangi kemiringan lereng, seperti dengan membuat lahan berteras.
- Vegetasi penutup. Tanah yang banyak ditumbuhi pohon lebih banyak menyerap air daripada tanah sedikit atau tidak ditumbuhi pohon. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini dengan menanam atau memelihara pohon untuk mengurangi aliran permukaan, atau menebang pohon yang dapat meningkatkan aliran permukaan.
Perlu
kita ingat bahwa ke-empat faktor tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
dapat berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh: apabila kita memiliki lahan
yang berlereng dan kita ingin meningkatkan banyaknya air yang meresap di lahan
itu atau mengurangi aliran permukaan, maka kita dapat melakukannya dengan
menanaminya dengan pohon-pohon atau membuatnya berteras-teras. Contoh
sebaliknya, apabila ada lahan miring bervegetasi, seperti lereng gunung yang
berhutan, jumlah air yang mengalir sebagai air permukaan akan meningkat apabila
kita menebang pohon-pohon itu. Pada contoh yang terakhir inilah, maka banjir
tidak lagi murni alamiah, tetapi telah dipengaruhi oleh campur tangan manusia.
Manusia
dapat memilih takdirnya.
Karena
manusia dapat mempengaruhi debit aliran permukaan dan dapat mempelajari
karakter aliran sungai, maka berkaitan dengan banjir kita dapat mengatakan
bahwa manusia dapat memilih takdirnya sendiri.
Apabila
kita tidak ingin terkena banjir maka perlu melakukan hal-hal berikut ini:
- Jangan bertempat tinggal di daerah yang secara alamiah merupakan tempat penampungan air bila aliran sungai meluap, seperti di dataran tepi sungai yang akan dilalui oleh air sungai bila debitnya meningkat, di dataran banjir di sepanjang aliran sungai yang akan digenangi air bila air sungai meluap ketika curah hujan tinggi di musim hujan, atau di rawa-rawa.
- Jangan merusak hutan di daerah peresapan air di pegunungan atau perbukitan, karena lahan yang terbuka akan meningkatkan aliran permukaan yang menyebabkan banjir di waktu yang sebenarnya tidak terjadi banjir, atau memperhebat banjir yang biasanya terjadi.
- Menjaga alur tetap baik sehingga aliran air sungai lancar. Alur sungai yang menyempit atau terbendung akan menyebabkan banjir.
- Untuk daerah pemukiman atau perkotaan, kita harus menjaga saluran drainase agar tetap baik dan tidak tersumbat sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya menyalurkan air hujan yang turun atau menyalurkan aliran permukaan ke sungai-sungai atau saluran yang lebih besar.
Itulah
hal-hal yang perlu dilakukan agar manusia tidak terkena banjir atau memilih
takdirnya untuk tidak kena banjir.
Perlu
Kerjasama.
Untuk
dapat memilih takdir tidak terkena banjir, manusia tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan harus bekerjasama. Skala kerjasama bisa dalam satu komplek pemukiman,
satu kota, satu DAS (Daerah Aliran Sungai) dan bahkan harus seluruh umat
manusia.
Kerjasama
seluruh umat manusia di bumi ini diperlukan untuk dapat menghadapi banjir yang
disebabkan oleh perubahan iklim global. Dengan kata lain, diperlukan kerjasama
internasional untuk menghadapinya.
Kerjasama
seluruh manusia yang tinggal di suatu DAS diperlukan untuk dapat mengatasi
masalah banjir yang melibatkan suatu sistem tata air yang melibatkan suatu DAS.
Untuk
banjir yang terjadi di suatu kawasan pemukiman atau kota karena buruknya
drainase, maka perlu kerjasama seluruh penghuni pemukiman atau kota tersebut
dalam arti yang seluas-luasnya, baik itu kerjasama antar anggota masyarakat,
kerjasama antara masyarakat dan pemerintah, dan kerjasama antar instansi
pemerintah, serta kerjasaman antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Misalnya: apabila masyarakat dihimbau tidak membuang sampah sembarangan, tentu
pemerintah harus menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai dan selalu
mengangkutnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir); bila DinasKebersihan
membutuhkan tambahan armada pengangkut sampah maka Pemerintah harus
memenuhinya; dan sebagainya.
Banjir
adalah salah satu proses alam yang tidak asing lagi bagi kita. Kita dapat
melihat banjir sebagai rahmat Tuhan atau sebagai bencana, tergantung pada
pilihan kita sendiri. Sebagai proses alam, banjir terjadi karena debit air
sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu
meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah
hujan yang tinggi. Sementara itu, banjir juga dapat terjadi karena kesalahan
manusia.
Sebagai
proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus
hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat
kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir,
terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam
jumlah yang luar biasa. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di
daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan sedimen
itu disebarkan sehingga membentuk dataran. Perlu kita ingat, bahwa daerah
persawahan kita hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini. Tanpa
mekanisme banjir ini, dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk.
Banjir
dapat berarti peremajaan kembali daerah-daerah persawahan. Daerah itu mendapat
kembali suplai zat hara yang baru dari pegunungan atau perbukitan. Dengan kata
lain, melalui mekanisme banjir ini, daerah persawahan mengalami penyuburan
kembali secara alamiah.
Banjir
juga berarti masuknya zat-zat hara atau nutrien – dalam bentuk senyawa kimia
fosfat dan nitrat, dari daratan ke perairan dalam jumlah yang sangat besar.
Hadirnya zat hara di perairan laut menyebabkan perairan menjadi subur. Fosfat
dan nitrat adalah dua senyawa kimia yang penting bagi pembentukan material
organik (karbohidrat) melalui proses fotosintesis oleh fitoplankton atau
sintesa kimia oleh bakteri.
Dalam
skala yang lebih besar, banjir-banjir itu membentuk delta di muara-muara sungai,
dan mengalirkan muatan sedimen ke laut yang akhirnya menjadi lapisan-lapisan
batuan sedimen. Dari delta-delta dan lapisan-lapisan batuan itu manusia
mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya. Sebagai contoh, minyak bumi banyak
kita dapatkan dari endapan delta.
Banjir
memberikan suplai muatan sedimen yang besar dari daratan ke laut. Selain
membentuk delta seperti yang disebutkan di atas, dengan bantuan aktifitas
gelombang, sedimen yang dikirim dari daratan itu dapat membentuk daratan
sehingga kita mendapatkan daratan di sepanjang pantai.
Banjir
yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bagi manusia bila
proses itu mengenai manusia dan menyebabkan kerugian jiwa maupun materi. Dalam
konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai
manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah merupakan dataran
banjir. Jadi, bukan banjir yang datang, justru manusia yang mendatangi banjir.
Apabila
hal tersebut dapat kita terima, maka bencana banjir yang dialami manusia sebenarnya
adalah buah dari kegagalan manusia dalam membaca karakter alam. Kegagalan
manusia membaca apakah suatu daerah aman atau tidak untuk didiami. Misalnya,
kegagalan manusia membaca karakter suatu daerah sehingga tidak mengetahui
daerah tersebut merupakan daerah banjir. Atau, sudah mengetahui daerah tersebut
daerah banjir tetapi tidak peduli. Contoh ini bisa kita lihat dari orang-orang
yang memilih tinggal di tepi aliran sungai atau di lembah-lembah sungai.
Menghadapi
masalah banjir, setidaknya kita memiliki tiga pilihan, yaitu: jangan mendiami
daerah aliran banjir, beradaptasi dengan membuat rumah panggung berkaki tinggi,
atau membuat pengendali banjir berupa tanggul, kanal, atau mengalihkan aliran
air.
Selain
itu, kita juga harus memahami karakteristik banjir. Ada banjir tahunan, 5
tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan dan seterusnya. Pengenalan karakter
ulangan itu hanya dapat dilakukan dengan pengamatan yang panjang dan studi yang
luas.
Banjir
akibat kesalahan manusia setidaknya disebabkan oleh dua hal; pengelolaan daerah
hulu sungai yang buruk, dan pengelolaan drainase yang buruk. Dalam siklus
hidrologi, daerah hulu sebenarnya adalah daerah resapan air. Pengelolaan daerah
hulu yang buruk menyebabkan air banyak mengalir sebagai air permukaan yang
dapat menyebabkan banjir. Pengelolaan drainase yang buruh terjadi berkaitan
dengan pengembangan daerah pemukiman atau aktivitas lainnya. Akibat buruknya
drainase, air permukaan tidak dapat mengalir dengan baik sehingga menggenang
menjadi banjir.
Banjir dapat terjadi di kawasan perkotaan,
seperti di Jakarta dan Bandung.
Tentu kemudian yang menjadi pertanyaan adalah
mengapa banjir dapat terjadi di kota?
Telah kita pahami bahwa banjir adalah fenomena
alam yang berupa tergenangnya permukaan bumi atau daratan oleh massa air.
Sementara itu, kehadiran air di suatu daerah berkaitan erat dengan sistem
drainasi di daerah tersebut, baik itu drainasi alamiah yang berupa aliran
sungai, maupun drainase buatan yang berupa saluran buatan atau parit-parit.
Banjir terkait Aliran Sungai
Untuk kota yang dilalui aliran sungai, maka
banjir dapat terjadi karena meluapnya aliran sungai. Keadaan ini umumnya
terjadi di musim hujan dan berkaitan dengan sistem Daerah Aliran Sungai yang
lebih luas, yang mencakup kawasan lain di luar kawasan kota yang dilalui oleh
sungai tersebut. Untuk Jakarta, banjir seperti ini berkaitan dengan hujan yang
terjadi di Bogor yang merupakan daerah tangkapan air dari sungai-sungai yang
melalui Jakarta. Bila curah hujan sangat tinggi, maka banjir dapat melanda
kawasan kota yang sangat luas.
Pada skala yang lebih kecil, banjir di kota yang
berkaitan dengan aliran sungai ini terjadi hanya terbatas di dalam kawasan
lembah alur sungai. Banjir jenis ini hanya dialami oleh mereka yang bertempat
tinggal di dalam lembah alur sungai.
Banjir terkait Sistem Drainase Kota
Sistem drainase perkotaan dibuat dengan tujuan
untuk menyalurkan air permukaan yang muncul di kawasan perkotaan pada saat
hujan ke aliran sungai yang kemudian menyalurkannya ke laut, atau dari kota
langsung ke laut. Banjir di kota tidak hanya terjadi karena meluapnya
aliran sungai, tetapi dapat juga terjadi karena sistem drainase kota yang
buruk, sehingga air permukaan yang muncul di kota pada saat hujan tidak dapat segera
disalurkan ke dalam sistem aliran sungai atau langsung ke laut, sehingga
akhirnya air permukaan itu menjadi air banjir yang menggenangi kawasan-kawasan
kota dalam berbagai skala. Keadaan seperti ini sangat terasa di Jakarta. Baru
hujan sebentar saja telah terjadi genangan air di mana-mana.
Banjir karena buruknya drainase kota ini dapat
terjadi di kota yang terletak di dataran rendah seperti Jakarta, maupun kota di
dataran tinggi seperti Ungaran dan Bandung.
Bisakah Kita Mengatasinya?
Bisa. Agar tidak terkena banjir karena air yang
memenuhi alur sungai, seyogyanya kita tidak tinggal di dalam lembah sungai.
Agar tidak terkena banjir karena buruknya sistem
drainase, (1) sistem drainase kota harus diperbaiki. Dan, (2) sistem
pengelolaan sampah kota diperbaiki agar sampah tidak masuk ke dalam sistem
drainase kota. Juga (3) kegiatan pembanguna fisik kota diawasi agar tidak
merusak sistem drainase kota yang telah ada. Dapat juga (4) dibuat sistem
peresapan air permukaan buatan.
Untuk banjir karena meluapnya aliran sungai,
persoalannya tidak sederhana karena menyangkut masalah pengelolaan Daerah
Aliran Sungai yang berada di dalam lebih dari satu administrasi pemerintahan.
Banjir karena meluapnya aliran sungai ini adalah fenomena alamiah dan kita
tidak dapat mencegahnya terjadinya.
Adapun yang dapat kita lakukan adalah
mengurangi intensitasnya dengan mengelola sistem aliran sungai, seperti dengan
(1) menjaga aliran sungai tetap pada kondisinya yang terbaik untuk menyalurkan
air (mengeruknya bila banyak endapan sedimen di dalamnya, atau tidak melakukan
pembangunan fisik yang mempersempit atau menutup aliran sungai).
Hal lain yang dapat dilakukan adalah (2)
memperbaiki daerah tangkapan air di kawasan hulu agar dapat berfungsi optimal
menanggap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Bisa juga (3) membuat
bendungan untuk pengendalian banjir di kawasan hulu atau tengah daerah aliran
sungai. Bisa pula membuat kanal penyalur air banjir yang dapat mempercepat
aliran sungai ke laut.
Mungkin kita tidak bermaksud melakukan tindakan
yang merusak atau membuat orang lain sengsara. Tetapi, bila kita melakukan
tindakan tanpa perhitungan yang baik, apa yang tidak kita inginkan itu bisa
saja terjadi. Atau, yang kita inginkan A misalnya, tetapi B yang kita dapatkan
karena salah perhitungan atau kecerobohan.
Nampaknya, itulah yang terjadi di Morowali
beberapa waktu yang lalu.
Inilah kisahnya:
Kabupaten Morowali memiliki potensi lahan untuk
perkebunan sawit, tambang nikel, emas dan galian C. Karena banyaknya warga yang
miskin di daerah pemekaran Kabupaten Poso, Bupati Morowali, Anwar Hafid,
mendatangkan investor ke Morowali. Salah satu syarat untuk mengeluarkan izin
pembukaan kebun sawit adalah perusahaan bersedia membangun pabrik minyak sawit
mentah. Diharapkan, apabila perkebunan sudah berjalan dan pabrik dibangun, maka
bisa menyerap tenaga kerja.
Terkait pembukaan lahan itu, diakui oleh Bupati
memang ada masalah lingkungan, tetapi katanya sudah diselesaikan dengan duduk
bersama pihak pemegang izin. Tentang masalah lingkungan telah ditekankan agar
pembukaan perkebunan atau tambang tidak boleh dilakukan di daerah yang bisa
membahayakan masyarakat.
Niat mensejahterakan warga dengan mengundang
investor memang membuahkan hasil. Kehidupan berubah di Desa Solonsa Jaya,
Kecamatan Witaponda yang berada di daerah hulu. Tidak sedikit petani sawit desa
tersebut menikmati hidup mapan. Mereka yang pada mulanya hanya memiliki rumah
berdinding papan dan berlantai tanah, menjadi memiliki rumah tembok berlantai
keramik dilengkapi peralatan elektronik. Mereka mampu menyekolahkan anaknya
keperguruan tinggi, mengusahakan kios bahan pokok, dan naik haji. Namun,
kesejahteraan itu hanya dinikmati mereka yang berada di daerah hulu.
Kisah yang sebaliknya terjadi di daerah
hilir.Warga yang tinggal di daerah hilir menjadi langganan banjir setiap tahun,
seperti Moloenono, Togo, Togo Mulya, Bunta, One, Pute, Tompira,
Sampalowo, Koromatantu, dan Modowe. Banjir disebabkan oleh luapan sungai Laa
yang rusak hulunya akibat perubahan areal hutan menjadi perkebunan.
Beberapa bulan yang lalu Thailand dilanda bencana
banjir. Kota Bangkok terendam banjir yang terburuk dalam sejarahnya. Ribuan
orang menjadi pengungsi. Bandara terbesar di negara itu ditutup. Kawasan
industri tergenang. Pertanyaannya adalah apakah dampak banjir tersebut juga
akan kita rasakan? dan pelajaran apa yang dapat kita ambil dari banjir
tersebut?
Sungai Chao
Praya
Sungai Chao Praya adalah sungai utama di Thailand
yang bermuaran ke Teluk Thailand. Secara etimologi, Chao Praya berarti Sungai
Raja-raja. Sungai ini adalah gabungan dari aliran Sungai Ping dan Sungai Nam,
dan memiliki dua anak sungai, yaitu Sungai Pa Sak dan Sungai Sakae Krang. Luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Chao Praya sekitar 160.000 km persegi. Luas DAS
sungai tersebut mencakup sekitar 35% luas daratan Thailand. Debit rata-rata
sungai tersebut sekitar 718 meter kubik per detik, dan debit maksimum mencapai
5.960 meter kubik per detik. Terdapat sepuluh buah kota di sepanjang aliran
sungai tersebut, termasuk Kota Bangkok (Ibu Kota Thailand) yang berpenduduk
lebih dari 12 jutra jiwa.
Delta Chao Praya
Dataran delta Chao Praya adalah kawasan yang
sangat penting bagi Thailand. Kota Bangkok berkembang di delta tersebut.
Persawahan ada di delta tersebut sejak Abad ke-13 dan Thailand sundah dikenal
sebagai pengekspor beras sejak tahun 1855. Di zaman moderen, di kawasan delta
tersebut berkembang berbagai aktifitas manusia. Berkembang kawasan industri,
pertanian, perkebunan, peternakan, turisme dan perdagangan di dataran delta
itu. Jepang membangun basis industri mobilnya di sana. Demikian pula dengan
berbagai perusahaan elektronika khususnya komputer.
Pembangunan di kawasan Delta Chao Praya
memberikan tekanan yang berat terhadap kawasan delta tersebut. Kawasan delta
mengalami subsiden. Keadaan tersebut membuat Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) mengkategorikan Kota Bangkok sebagai kota
yang terancam banjir di kawasan pesisir (coastal flooding) pada tahun 2070.
Banjir Oktober 2011
Bulan Oktober adalah bulan musim penghujan
di Thailand. Curah hujan yang tinggi telah menyebabkan kawasan Delta Chao Praya
dilanda banjir. Kota Bangkok mengalami banjir yang terburuk di dalam
sejarahnya. Air laut yang pasang memperparah genangan banjir di kota tersebut.
Ribuan jiwa penduduk kota tersebut menjadi pengungsi. Transportasi mengalami
gangguan. Bandara Don Muang yang merupakan bandara terbesar di Thailand
tergenang. Tidak hanya itu, banjir itu juga menggenangi kawasan industri,
pertanian, peternakan, perkebunan, turisme dan perdagangan.
Dimensi Internasional
Dampak banjir di dataran Delta Chao Praya tidak
hanya dirasakan di Thailand, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara lain.
Perdagangan dan industri internasional merupakan penghubungnya.
Tergenangnya kawasan industri di Delta Chao Praya
menyebabkan banyak pabrik mobil atau komponen mobil berhenti berproduksi.
Keadaan tersebut mempengaruhi industri mobil di Jepang, Malaysia, Indonesia dan
bahkan sampai Amerika.
Banjir juga mengganggu industri komputer dunia,
khususnya notebook dan PC Desktop. Menurut catatan analisis Data Corp,
pabrik-pabrik yang tergenang banjir memproduksi 120 juta unit hard disk per
tahun, atau sepertiga dari total produksi hard disk di Thailand. menurut
pengamat pasar iSuppli, Thailand menghasilkan seperempat dari total produksi
hard disk dunia.
Banjir Thailand dan Indonesia
Bagi Indonesia, selain mempengaruhi industri
perakitan mobil, banjir di Thailand tersebut dapat menyebabkan krisis pangan.
Hal itu karena Indonesia sering mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam untuk
memenuhi kekurangan produksi beras di dalam negeri.