Rabu, 18 Mei 2011

TERJADINYA GUNUNG API



Gunung berapi atau gunung api secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.

Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu.

 
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling terkenal adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.

LETUSAN GUNUNG API

 

Belakangan ini peristiwa letusan gunung berapi sering kali terjadi di tanah air. Sebagai wilayah yang banyak memiliki gunung berapi sewajarnya mengetahui bagaimana proses terjadinya letusan tersebut sebagai pemahaman awal untuk selanjutnya dapat meningkatkan awareness terhadap dampak bencana letusan gunung berapi. Dalam beberapa letusan, gumpalan awan besar naik ke atas gunung, dan sungai lava mengalir pada sisi-sisi gunung tersebut. Dalam letusan yang lain, abu merah panas dan bara api menyembur ke luar dari puncak gunung, dan bongkahan batu-batu panas besar terlempar tinggi ke udara. Sebagian kecil letusan memiliki kekuatan yang sangat besar, begitu besar sehingga dapat memecah-belah gunung.



Pada dasarnya, gunung berapi terbentuk dari magma, yaitu batuan cair yang terdalam di dalam bumi. Magma terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior bumi. Pada kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi sehingga mampu melelehkan batu-batuan di dalam bumi. Saat batuan ini meleleh, dihasilkanlah gas yang kemudian bercampur dengan magma. Sebagian besar magma terbentuk pada kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi. Sebagian lainnya terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48 km.

BERKENALAN DENGAN TSUNAMI


Masyarakat Indonesia dalam tahun-tahun belakangan ini menjadi semakin akrab dengan istilah tsunami, terutama pasca peristiwa bencana tsunami Aceh dan Sumatera Utara di akhir tahun 2004. Meski sesungguhnya peristiwa hantaman tsunami tersebut bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia, namun dahsyatnya dampak yang ditimbulkan bencana alam tersebut (korban jiwa mencapai lebih dari 250.000 jiwa belum lagi kerugian materil dan psikis yang tak terhitung lagi jumlahnya) telah menorehkan trauma yang begitu mendalam bukan saja bagi masyarakat Aceh dan Sumut yang pada saat itu mengalami secara langsung, namun juga seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Bagaimanapun juga harus diakui, Indonesia yang dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah ternyata menyimpan potensi bencana alam yang “melimpah” pula. Terkait dengan tsunami, menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, setidaknya ada 21 wilayah rawan terkena bencana tersebut di Indonesia, antara lain: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung-Banten, Jawa Tengah Bagian Selatan, Jawa Timur Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak-Yapen, Balikpapan, Sekurau, Palu, Talaud, Kendari.

Apakah Tsunami Itu?

Tsunami adalah serangkaian gelombang atau ombak yang ditimbulkan oleh perpindahan massa air dalam skala yang relatif sangat besar. Tsunami umumnya terjadi di laut atau samudera, di mana gelombang dapat bergerak dalam kecepatan mencapai 500 km/jam bahkan lebih dengan tinggi gelombang yang dapat mencapai hingga puluhan meter.

Istilah tsunami sendiri berasal dari Bahasa Jepang “tsu” yang berarti pelabuhan dan “nami” yang artinya gelombang. Istilah ini diberikan oleh kaum nelayan di Jepang. Ketika pulang melaut seringkali mereka menjumpai keadaan pelabuhan dan area di sekitarnya telah porak-poranda akibat terjangan gelombang laut, padahal mereka sendiri tidak pernah menyadarinya saat sedang berada di tengah laut. Oleh karena itu mereka berasumsi bahwa gelombang besar tersebut hanya terjadi di pelabuhan, sehingga dinamakan “tsunami” atau ombak pelabuhan.

Penyebab Tsunami

Mulanya tsunami diasosiasikan dengan gelombang pasang (tidal waves), padahal meski besar kecilnya dampak tsunami terhadap wilayah di sepanjang garis pantai dipengaruhi oleh ketinggian pasang surut muka air laut, namun mekanisme terjadinya tsunami tidak memiliki kaitan sama sekali dengan peristiwa pasang surutnya air laut. Beberapa ilmuwan sempat pula menamai tsunami dengan istilah “gelombang seismik lautan” (seismic sea waves), akan tetapi istilah tersebut juga dapat dikatakan kurang tepat, mengingat tsunami tidak selalu berkaitan dengan mekanisme seismik atau kegempaan, melainkan dapat pula dihasilkan oleh penyebab yang bersifat non-seismik, seperti tanah longsor (baik di bawah maupun di atas permukaan laut), vulkanisme dan jatuhan meteorit, meski keduanya dapat dikatakan sangat jarang terjadi.
Secara umum, ada 4 (empat) penyebab utama yang dapat mencetuskan gelombang tsunami, di antaranya:
  1. Tektonisme bawah laut
  2. Erupsi gunungapi bawah laut 
  3. Tanah longsor di bawah atau di atas permukaan laut 
  4. Jatuhan material luar angkasa (meteor)

Jumat, 06 Mei 2011

VOLKANISME DAN EVOLUSI TEKTONIK

Pendahuluan

Para peneliti terdahulu telah menyampaikan kesesuaian hubungan antara tatanan geologi dan geofisika dari busur kepulauan Indonesia dengan tektonik global yang baru. Gagasan mengenai hubungan antara vulkanisma dan tektonik Indonesia telah digambarkan oleh van Bemelen (1949), yang pemahaman dan sintesisnya dengan tektonik lempeng saat ini tidak selaras. Gagasan lebih lanjut adalah menjelaskan evolusi tektonik Indonesia bagian barat dengan memakai data baru dan menggunakan penentuan umur batuan granit, serta menjelaskan gejala evolusi tektonik Indonesia bagian timur yang rumit. Di sini tektonik lempeng digunakan sebagai dasar, memodifikasi, meningkatkannya dan melakukan perubahan terhadap yang perbah dilakukan dalam teori klasik.   

Pembaruan Model Tektonik Lempeng Indonesia
 
Model tektonik lempeng Indonesia dalam satu pola konvergen telah dibuat oleh Hamilton (1970) dan Katili (1971). Sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan lempeng samudra di bawah lempeng benua. Lempeng benua tebal dan tua ini meliputi busur volkanik berumur Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973).  Sedimen elastis sangat tebal  menyusup di subduksi Sumatera (Hamilton, 1973) dan sedimen yang tebal didorong ke atas membentuk rangkaian kepulauan. Batuan magmatik yang dibentuk di atas zona Benioff selalu mempunyai karakter asam dan menengah.
Sistem subduksi Jawa dibentuk oleh subduksi lempeng samudra di bawah lempeng benua. Lempeng ini tipis dan berumur muda, serta seluruhnya hampir terdiri dari batuan volkano-plutonik berumur Tersier (Katili, 1973). Beberapa ignimbrit dijumpai di Jawa. Batuan magmatik kebanyakan menengah. Lempeng samudra di selatan subduksi tertutup sedimen pelagis dengan ketebalan 200 m (Hamilton, 1973).
Sistem subduksi Timor menunjukkan karakter yang berbeda. Dua fase yang berbeda dapat  dirincikan dalam perkembangan busur Banda. Pada tahap awal, lempeng samudra India-Australia disusupkan dibawah lempeng samudra Banda. Tahap berikutnya diikuti oleh subduksi lempeng benua Australia ke zona subduksi busur Banda, sebagai akibat gerakan menerus lempeng Australia ke utara. Hasil dari penurunan zona subduksi aktif ini adalah tidakadanya gunungapi aktif di pulau Alor, Wetar dan Romang. Jika asumsi ini benar, maka perlu dicari material mantel (ofiolit) di endapan tua Timor, serta sedimen darat di endapan-endapan Plio-Plistosen
Batuan magmatis yang dibentuk di atas zona Benioff Timor cenderung menengah dan basa. Lempeng di sini tipis dan muda dan diapit oleh lempeng benua. Ketebalan sedimen di zona subduksi Timor saat ini sekitar 8000 kaki, dengan kondisi yang relatif terganggu oleh sesar tensional yang dapat diamati.
Busur Sumatera, Jawa dan Banda menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh elemen-elemen lempengnya. Lempeng yang tua dan tebal akan membentuk rangkaian pulau-pulau besar dengan sifat gunungapi asam sampai menengah, sedang lempeng yang muda dan tipis akan membentuk pulau-pulau kecil dengan sifat gunungapi menengah sampai basa.
Dalam zona subduksi Tersier di Kalimantan barat-laut jarang ditemukan elemen-elemen eugeosinklin seperti ofiolit, rijang, lempung merah. Flish berumur Kapur Atas – Eosen Atas  yang berkembang sedikit atau tidak mengandung rijang dan ofiolit, sehingga menunjukkan adanya subduksi sangat miring (Haile, 1972).

VULKANISME DI INDONESIA


Aktivitas batuan beku di Kepulauan Indonesia di beberapa tempat yang secara stratigrafi terletak pada batuan berumur tua hanya dijumpai dalam bentuk intrusi abisal dan hipabisal. Namun demikian aktivitas vulkanisma secara umum merupakan salah satu proses utama dalam perkembangan geologi kepulauan ini.
Kepulauan Indonesia adalah salah satu daerah gunungapi di dunia yang memiliki lebih dari 500 gunungapi muda dan 177 di antaranya aktif. Pengelompokan gunungapi ini terdiri dari gunungapi aktif dalam waktu sejarah, tahap solfatar dan fumarol dan lapangan solfatara-fumarol. Untuk Indonesia tahun 1600 diambil sebagai batas praktis untuk membatasi waktu sejarah menyebutkan gunungapi tersebut aktif atau tidak. Penyebutan ini sebenarnya relatif, karena boleh jadi suatu hari gunungapi yang pasif akan aktif lagi.

PRODUK LETUSAN GUNUNGAPI

Gunungapi-gunungapi di Kepulauan Indonesia menunjukkan tingkat letusan yang tinggi, dicirikan dengan material lepas yang dominan dibandingkan dengan seluruh material vulkanik yang keluar. Ritmann menghitung angka indeks erupsi gunungapi (IEG) dari Asia sekitar 95%, Filipina-Minahasa lebih dari 80%, Halmahera lebih dari 90%, Papua New Guinea lebih dari 90%, Busur Sunda sekitar 99%. Harga tertinggi IEG dalam sejarah tercatat pada letusan Tambora tahun 1815. Hal ini menunjukkan bahwa letusan yang kuat merupakan karakter dari gunungapi tipe orogen.